LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI
PEMBUATAN PLANT GROWTH PROMOTING
RHIZOBACTER (PGPR) DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN SAWI
Dosen Pengampu :
Ir. Andang Andiani Listyowati, M.Si
Oleh :
Agung Cahya Budy
Alip Maryono
Aqib Nasirudin
Fabiana Mentari Putri Wijaya
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN
PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN
MAGELANG
JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN
Puji syukur dipanjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, dapat
diselesaikan laporan praktikum mata kuliah bioteknologi dengan judul “Pembuatan Plant Growth Promoting Rhizobacter (PGPR) dan Apllikasinya
pada Tanaman Sawi”.
Laporan ini sebagai
hasil dari kegiatan praktikum pemmbuatan Mikroorganisme local (MOL) yang telah
dilaksanakan tempo hari. Kesempatan kali ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Ali Rachman, M.Si selaku ketua STPP
Magelang.
2. Gatot Adiwinarto, S.Pt, M.Si. selaku ketua
Jurusan Penyuluhan Peternakan
3. Ir. Andang Andiani L.,
M.Si selaku dosen pembimbing
4. Serta semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan tulisan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih ada kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak, demi perbaikan dikemudian hari.
Magelang, 10 Januari 2018
Penyusun
Pupuk di definisikan sebagai material yang
ditambahkan ke dalam tanah atau melalui tajuk dengan tujuan untuk melengkapi
ketersediaan unsur hara bagi tanaman sehingga dapat tumbuh dan berproduksi
optimal. Ketersediaan masing-masing unsur tersebut di dalam tanah berbeda untuk
setiap tanaman.
Tanaman
membutuhkan sedikitnya 13 unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Beberapa unsur hara berada dalam bentuk tersedia dalam semua jenis tanah,
sedangkan unsure lainnya tidak tersedia, sehingga membutuhkan tambahan dari
luar tanah dalam bentuk pemupukan. Unsur hara ini berperan sebagai nutrisi bagi
tanaman, sedangkan system yang mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman adalah substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah, yang disebut
substansi pertumbuhan tanaman, hormon pertumbuhan tanaman (fitohormon), atau
pengatur pertumbuhan tanaman, yang salah satunya adalah Plant Growth Promoting
Rhizobacteria atau PGPR.
PGPR dapat
meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman melalui : produksi hormon pertumbuhan
dengan kemampuan fiksasi N untuk peningkatan penyediaan N tanah, penghasil
osmolit sebagai osmoprotektan pada kondisi cekaman kekeringan dan penghasil
senyawa tertentu yang dapat membunuh patogen tanaman. Selain itu juga
mampu menyediakan beragam mineral yang dibutuhkan tanaman seperti besi, fosfor,
atau belerang.
Pada umumnya
tanaman hortikultura merupakan komoditas yang memiliki prospektif yang sangat
baik untuk dikembangkan, karena memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi
khususnya bagi para petani. Tanaman Hortikultura diataranya yaitu buah-
buahan, obat-obatan, tanaman hias serta sayur-sayuran sepertu sawi.
Sawi adalah
sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun
atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi
mencakup beberapa spesies Brassicayang kadang-kadang mirip satu sama
lain. Di Indonesia penyebutan sawibiasanya mengacu
pada sawi hijau (Brassica
rapa kelompok parachinensis, yang disebut juga sawi bakso, caisim,
atau caisin). Selain itu, terdapat pula sawi putih (Brassica
rapa) kelompok pekinensis, disebut juga petsai yang biasa
dibuat sup atau diolah menjadi asinan. Jenis lain yang
kadang-kadang disebut sebagai sawi hijau adalah sesawi sayur (untuk
membedakannya dengan caisim).
Kailan (Brassica oleracea)
kelompok alboglabra adalah
sejenis sayuran daun lain yang agak berbeda, karena daunnya lebih tebal dan
lebih cocok menjadi bahan campuran mi goreng. Sawi
sendok (pakcoy atau bok choy) merupakan jenis sayuran daun kerabat sawi
yang mulai dikenal pula dalam dunia boga Indonesia (Yudharta,
2009).
Berdasarkan uraian
di atas, maka perlu dilakukan praktikum
mengenai bagaimana
cara pembuatan PGPR dan
aplikasinya pada tanaman sawi.
Tujuan
praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara pembuatan Plant Growing Promoting
Rhizobacter (PGPR) serta aplikasinya pada tanaman sawi.
Manfaat yang diharapkan dari
kegiatan praktikum ini yaitu mahasiswa
mengetahui, mampu dan trampil mengenai cara pembuatan Plant Growing Promoting
Rhizobacter (PGPR) serta aplikasinya pada tanaman sawi
PGPR atau Plant
Growth Promoting Rhizobacteria atau Rhizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman
(RPPT) merupakan spesies bakteri rizosfer (di sekitar perakaran) yang mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri tersebut hidupnya secara
berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan mikroorganisme ini
akan sangat menguntungkan. Kelompok bakteri PGPR ini yaituBacillus,
Rhizobium dan Pseudomonas (Anonim1, 2012 dalam Sakti, 2013).
Bakteri ini
memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya. Fungsi
PGPR bagi tanaman yaitu mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar serta mampu
mengurangi penyakit atau kerusakan oleh serangga. Selain itu, PGPR juga
meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi dan
tembaga. PGPR juga bisa memproduksi hormon tanaman, menambah bakteri dan
cendawan yang menguntungkan serta mengontrol hama dan penyakit
tumbuhan(Anonim1, 2012
dalam Sakti 2013).
Bakteri pemacu
tumbuh secara langsung memproduksi fitohormon yang dapat menginduksi
pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan tanaman dapat terjadi ketika suatu
rizobakterium memproduksi metabolit yang berperan sebagai fitohormon yang
secara langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman. Metabolit yang dihasilkan
selain berupa fitohormon, juga antibiotik, siderofor, sianida, dan sebagainya.
Fitohormon atau hormon tumbuh yang diproduksi dapat berupa auksin, giberelin,
sitokinin, etilen, dan asam absisat (Anonim1, 2012 dalam Sakti 2013).
Bakteri pemacu
tumbuh secara tidak langsung juga menghambat patogen melalui sintesis senyawa
antibiotik, sebagai kontrol biologis. Beberapa jenis endofitik bersimbiosis
mutualistik dengan tanaman inangnya dalam meningkatkan ketahanannya terhadap
serangga hama melalui produksi toksin, di samping senyawa anti mikroba seperti
fungi Pestalotiopsis microspora, dan Taxus walkchiana yang memproduksi taxol
(zat antikanker) (Anonim1, 2012 dalam Sakti 2013).
PGPR ini pertama
kali diteliti oleh Kloepper dan Schroth tahun 1978. Mereka menemukan bahwa
keberadaan bakteri yang hidup di sekitar akar ini mampu memacu pertumbuhan
tanaman jika diaplikasikan pada bibit/benih. Tidak hanya itu, tanaman nantinya
akan beradaptasi terhadap hama dan penyakit (Anonim2, 2011 dalam Sakti 2013).
Efek
PGPR pada tanaman yang diiinokulasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu: mendukung
pertumbuhan tanaman dan pengendali secara biologis (biokontrol). Meskipun
secara konseptual kedua efek ini sangat berbeda, dalam prakteknya sangat sulit
bahkan hampir tidak mungkin untuk menentukan perbedaan dan batas antara
keduanya. Strain PGPR Pseudomonas fluoresens dipilih untuk meningkatkan
pertumbuhan dan hasil dari tanaman kentang, tetapi gagal mempengaruhi pertumbuhan
tanaman yang ditumbuhkan dalam kondisi gnotobiotic. Dan growth promotion yang
terjadi pada kondisi tanah lapang berkaitan dengan reduksi populasi rizoplan
asli, yaitu fungi dan bakteri (Gandanegara, 2007 dalam Sakti 2013).
Biokontrol
pada beberapa kasus diperkirakan muncul akibat dari penyakit yang terbebaskan.
Akar menunjukkan pemanjangan atau percabangan yang berlebih akibat perlakuan
PGPR, dapat meloloskan infeksi dari fungi patogen asal tanah yang lebih mudah
menginfeksi benih muda. Selain itu infeksi patogen yang terlokalisir dalam 1
area sistem perakaran mungkin diseimbangkan oleh suatu peningkatan global dalam
biomassa akar sebagai kompensasi (Amalia, 2007 dalam Sakti 2013).
Menurut Amalia (2007) dalam
Sakti (2013), biokontrol terhadap
fitopatogen tampaknya menjadi mekanisme utama dari PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria). Penekanan fitopatogen merupakan hasil dari produksi metabolit
sekunder atau datang pada tanaman dengan sendirinya sebagai sistem
pertahanannya. PGPR berbasis inokula seharusnya dapat bersaing dengan
mikroorganisme indigenous dan dengan efisien mendiami daerah perakaran tanaman
untuk melindunginya.
Berikut kelebihan dari PGPR
(Desmawati, 2008 dalam Sakti 2013),
diantaranya :
o Menambah fiksasi nitrogen di tanaman
kacang – kacangan
o Memacu pertumbuhan bakteri fiksasi
nitrogen bebas
o Meningkatkan ketersediaan nutrisi lain
seperti phospat, belerang, besi dan tembaga
o Memproduksi hormon tanaman
o Menambah bakteri dan cendawan yang
menguntungkan
o Mengontrol hama dan penyakit tumbuhan
Ada
beberapa kekurangan dalam produksi PGPR ini (Desmawati, 2008), diantaranya
:
·
Kekonsistenan
pengaruh bakteri PGPR di laboratorium dengan di lapangan kadang – kadang
berbeda.
·
Bakteri
ini harus dapat diperbanyak dan diproduksi dalam bentuk yang optimum baik
vialibilas maupun biologinya selama diaplikasikan di lapangan. Beberapa bakteri
PGPR harus dilakukan re-inokulasi setelah diaplikasikan di lapangan
seperti Rhizobia.
·
Tantangan
lainnya berkaitan dengan regulasi / kebijakan suatu negara. Di beberapa negara
kontrol terhadap produksi agens antagonis ini sangat ketat. Walaupun produk
tersebut tidak berefek negatif pada manusia.
Menurut
Admin (2014) cara kerja PGPR dalam meningkatkan kualitas tanaman yaitu :
1. Menekan
Perkembangan penyakit (Bioprotectant) :
·
Induksi ketahaman secara sistemik terhadap hama dan patogen.
·
Produksi siderofor dan antibiotik terhadap patogen perakaran
·
Kompetisi nutrisi terhadap patogen perakaran
2.
Memproduksi fitohormon (BioStimulant) :
· IAA (Indole Acetic Acid)
· Sitokini
· Giberelin
· Penghambat produksi etilen
3.
Meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi
tanaman (Biofertilizer) :
·
Meningkatkan penyerapan dan pemanfaatan unsur N oleh PGPR
pemfiksasi Nitrogen
·
Meningkatkan kemampuan pengambilan unsur besi oleh PGPR penghasil
siderofor
·
Meningkatkan kemampuan penyerapan unsur S oleh PGPR pemfiksasi
Sulfur
·
Menigkatkan ketersediaan P oleh PGPR pelarut Fosfat
·
Menigkatkan ketersediaan Mangan oleh PGPR pereduksi Mangan
Klasifikasi tanaman Sawi Hijau (Brassica
juncea L.), Kingdom:
Plantae, Divisi :
Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Rhoeadales,
Famili: Cruciferae, Genus: Brassica, Spesies: Brassica juncea L (Kloppenburg, 2008).
Morfologi tanaman sawi hijau (Brassica
juncae L) yaitu termasuk jenis tanaman sayuran daun dan
tergolong kedalam tanaman semusim (berumur
pendek). Tanaman sawi tumbuh pendek dengan tinggi sekitar 26 cm-33 cm atau
lebih, tergantung dari varietasnya. Tanaman sawi mempunyai daun panjang, halus,
tidak berbulu, dan tidak berkrop, serta berakar serabut yang tumbuh dan
berkembang secara menyebar, sehingga perakarannya sangat dangkal pada kedalaman
5 cm. perakaran tanaman sawi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah
yang gembur, subur, dan mudah menyerap air, dan kedalaman tanah (Solum tanah) cukup dalam. Tanaman sawi memiliki
batang pendek yang berwarna keputih-putihan denng ukuran panjang 1,5 cm dan
diameter 3,5 cm (Mandha, 2010).
Kondisi lingkungan yang sesuai bagi
pertumbuhan tanaman sawi hijau (Brassica juncae L) dapat
memberikan hasil panen yang tinggi. Sehingga
dengan demikian untuk menunjang usaha tani sawi hijau yang berhasil, lokasi
usaha tani harus memilki kondisi lingkungan yang sesuai seperti yang di
kehendaki tanaman. Sebab, kecocokan keadaan lingkunan (iklim dan tanah) sangat
menunjang produktifitas tanaman berproduksi. Hingga dewasa ini masih banyak di
jumpai petani mengalami kegagalan panen atau memperoleh kuntungan yang rendah
karena kurang memperhatikan keadaan lingkungan lokasi penanaman (Yudharta,
2010).
Tanaman sawi hijau (Brassica
juncae L) dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas
maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun
dataran tinggi. Meskipun
demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di dataran
tinggi. Daerah penanaman yang
cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas
permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai
ketinggian 100 meter sampai 500
meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam
sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman
secara teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa
yang sejuk. Lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan
tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Dengan demikian,
tanaman ini cocok bila di tanam pada akhir musim penghujan. Tanah yang cocok
untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat
kemasaman (pH) tanah yang optimumuntuk
pertumbuhannya adalah antara pH
6 sampai pH 7 (Margiyanto, 2010).
Pengolahan tanah secara umum
melakukan penggemburan dan pembuatan bedengan. Tahap-tahap pengemburan yaitu
pencangkulan untuk memperbaiki struktur tanah dan sirkulasi udara dan pemberian
pupuk dasar untuk memperbaiki fisik serta kimia tanah yang akan menambah
kesuburan lahan yang akan kita gunakan. Tanah yang hendak digemburkan harus
dibersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak atau pepohonan yang tumbuh. Dan
bebas dari daerah ternaungi, karena tanaman sawi suka pada cahaya matahari
secara langsung.Sedangkan kedalaman tanah yang dicangkul sedalam 20 sampai 40
cm. Pemberian pupuk organik sangat baik untuk penyiapan tanah. Sebagai contoh
pemberian pupuk kandang yang baik yaitu 10 ton/ha. Pupuk kandang diberikan saat
penggemburan agar cepat merata dan bercampur dengan tanah yang akan kita
gunakan. Bila daerah yang mempunyai pH terlalu rendah (asam) sebaiknya
dilakukan pengapuran. Pengapuran ini bertujuan untuk menaikkan derajat keasam
tanah, pengapuran ini dilakukan jauh-jauh sebelum penanaman benih, yaitu
kira-kira 2 sampai 4 minggu sebelumnya. Sehingga waktu yang baik dalam
melakukan penggemburan tanah yaitu 2-4 minggu sebelum lahan hendak ditanam.
Jenis kapur yang digunakan adalah kapur kalsit (CaCO3) atau dolomit
(CaMg(CO3)2 (Rianto, 2009).
Pembibitan dapat dilakukan bersamaan
dengan pengolahan tanah untuk penanaman. Karena lebih efisien dan benih akan
lebih cepat beradaptasi terhadap lingkungannya. Sedang ukuran bedengan
pembibitan yaitu lebar 80-120 cm dan panjangnya 1-3 meter. Curah hujan lebih
dari 200 mm/bulan, tinggi bedengan 20-30 cm. Dua minggu sebelum
di tabur benih, bedengan pembibitan ditaburi dengan pupuk kandang lalu di
tambah 20 gram urea, 10 gram TSP, dan 7,5 gram Kcl. Cara melakukan
pembibitan ialah sebagai berikut : benih ditabur, lalu ditutupi tanah setebal
1-2 cm, lalu disiram dengan sprayer, kemudian
diamati 3-5 hari benih akan tumbuh setelah berumur 3-4 minggu sejak disemaikan
tanaman dipindahkan ke bedengan (Margiyanto, 2010).
Penanaman tanaman sawi dibedengan
dengan ukuran lebar 120 cm dan panjang sesuai dengan ukuran petak tanah. Tinggi
bedeng 20 – 30 cm dengan jarak antar bedeng 30 cm, seminggu sebelum penanaman
dilakukan pemupukan terlebih dahulu yaitu pupuk kandang 10 ton/ha, TSP 100
kg/ha, Kcl 75 kg/ha. Sedang jarak tanam dalam bedengan 40 x 40 cm , 30 x 30 dan
20 x 20 cm. Pilihlah bibit yang baik, pindahkan bibit dengan hati-hati,
lalu membuat lubang dengan ukuran 4-8 X 6-10 cm (Rianto, 2010).
Pemeliharaan merupakan hal yang
penting. Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan didapat.
Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah penyiraman, penyiraman ini
tergantung pada musim, bila musim penghujan dirasa berlebih maka kita perlu
melakukan pengurangan air yang ada, tetapi sebaliknya bila musim kemarau tiba
kita harus menambah air demi kecukupan tanaman sawi yang kita tanam. Bila tidak
terlalu panas penyiraman dilakukan sehari cukup sekali sore atau pagi
hari. Tahap selanjutnya yaitu penjarangan, penjarangan dilakukan 2 minggu
setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Selanjutnya
tahap yang dilakukan adalah penyulaman, penyulaman ialah tindakan penggantian
tanaman ini dengan tanaman baru. Caranya sangat mudah yaitu tanaman yang mati
atau terserang hama dan penyakit diganti dengan tanaman yang baru. Penyiangan
biasanya dilakukan 2-4 kali selama masa pertanaman sawi, disesuaikan dengan
kondisi keberadaan gulma pada bedeng penanaman. Biasanya penyiangan dilakukan 1
atau 2 minggu setelah penanaman. Apabila perlu dilakukan penggemburan dan
pengguludan bersamaan dengan penyiangan. Pemupukan tambahan diberikan setelah 3
minggu tanam, yaitu dengan urea 50 kg/ha. Dapat juga dengan satu sendok teh
sekitar 25 gram dilarutkan dalam 25 liter air dapat disiramkan untuk 5 m
bedengan (Kloppenburg, 2008).
Praktikum pembuatan PGPR
dilaksanakan pada Bulan November 2017 di Laboratorium Nutrisi Kampus STPP
Magelang Jurusan Penyuluhan Peternakan, Jl. Raya Magelang – Kopeng Km 07,
Tegalrejo, Magelang.
1. Alat
Alat yang dipakai dalam kegiatan
praktikum ini yaitu : ember beserta tutupnya sebagai tempat pembuatan starter,
cangkul untuk mencari akar bambu, Timbangan, Botol, Bak plastik,
Selang plastik, Gunting, Tali karet, Penyaring, Panci, kompor, pancis, sendok, dan alat penyaring.
2. Bahan
Bahan yang digunakan
antara lain : akar bamboo sebanyak setengah ember, bibit tanaman sawi,
aquadest, polybag, media tanah, Terasi 10 gr, Bekatul 150 gr, Gula pasir 10 gr,
Kapur mati 1 gr, dan Air 1 liter
.
1. Pembuatan
Biang PGPR
- Akar bambu diambil berasal dari bambu yang
berumur tua, rimbun dan sehat.
- Akar diambil dengan cara menggali tanah sedalam
5-20 cm disekitar tanaman bambu.
- Tanah yang lengket pada akar bambu dibersihkan
dengan cara mengibas-ngibaskan dan tidak dicuci dengan air.
- Akar dikumpulkan dan kedalam ember plastik
(sebanyak ½ ember).
- Melakukan pengisian air aqudes kedalam ember yang
berisi akar bambu sampai terlihat macak-macak, agar bakteri yang berguna
masuk kedalam air.
- Melakukan penutupan pada permukaan ember untuk
inkubasi selama 1-3 hari
- Melakukan penyaringan untuk mendapatkan air yang
berisikan bakteri yang diharapkan, kemas dalam botol. Biang PGPR sudah
dapat untuk diperbanyak.
2. Perbanyakan
PGPR
- Semua bahan dilakukan proses disterilkan/
direbus.
- Lakukan penyaringan setelah bahan rebusan dingin.
- Pemberian biang PGPR 1 sendok makan kedalam bahan yang telah dilakukan
penyaringan.
- memasukan kedalam fermentor sederhana.
- Jika proses fermentasi benar maka suhu akan naik
dan akan muncul gelembung-gelembung udara pada permukaan dan harum mirip
bau tapai. Lama fermentasi 3 hari sudah siap untuk digunakan
3. Aplikasi
PGPR pada Tanamn Sawi
a. Untuk perendaman benih 2 sendok makan per liter air,
benih direndam selama 6 jam, penirisan dan dapat disemaikan.
b. Untuk bibit tanaman 1 sendok makan per liter air
disiramkan kemedia tanah sebelum tanam pada tanaman (1 minggu sekali).
Cara bertanam sawi sesungguhnya tak
berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya.budidaya konvensional dilahan
meliputi:
1.
Pengolahan
lahan
2.
Penyiapan
benih
3.
Teknik
penanaman
4.
Penyediaan
pupuk dan pestisida
5.
Serta
pemeliharaan tanaman
Sedangkan menanam benih sawi ada
yang secara langsung tetapi ada yang secara langsung tetapi ada juga melalui
pembibitan terlebih dahulu.
Langkah-langkah yang ilakukan
yaitu :
1.
Siapkan
tanah yang bekas bakar-bakaran/dari pupuk dari kandang
2.
Siapkan
benih bibit sawi
3.
Lalu
masukan tanah yang sudah disiapkan kedalam pot
4.
Masukan
benih bibit sawi dan tunggu sampai 3-4 hari sawi itu tumbuh.
5.
Setelah
tumbuh sampai 1-2 minggu sawi itu bisa dipindahkan kedaam polibag/tanah yang
sudah di siapkan dan beri pupuk kandang,siram pagi dan sore hari agar sawi itu
subur dan membesar.
Pemeliharaan adalah hal yang penting sehingga akan
sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan didapat.pertama-tama yang harus
diperhatikan adalah penyiraman,penyiraman ini tergantung pada musim,bila musim
penghujan dirasa berlebih maka kita perlu melakukn pengurangan pada air
tersebut,tetapi sebaliknya bila musim kemarau tiba kita harus menambah air demi
kecukupan tanaman sawi yang kita tanam.penyiraman dilakukan sehari cukup sekali
mau sore atau pagi hari.
Hasil aplikasi
PGPR pada tanaman sawi dilakukan pengamatan jumlah daun dan tinggi tanaman
sawi dengan 2 perlakuan. Data jumlah
daun ditampilkan dalam Tabel 1 berikut.
1. Jumlah
Daun Tanaman Sawi
Tabel 1. Hasil Pengamatan Jumlah
Daun Tanaman Sawi
Perlakuan
|
Polybag
|
Pengamatan (cm)
|
Rata –rata
/ polybag
(cm)
|
||
15
|
25
|
35
|
|||
1
(kontrol)
|
A
|
3
|
4
|
6
|
4,3
|
B
|
3
|
5
|
6
|
4,6
|
|
C
|
4
|
5
|
6
|
5
|
|
D
|
3
|
4
|
5
|
4
|
|
E
|
3
|
4
|
5
|
4
|
|
Rata -rata
|
4,4
|
||||
2
(10ml/liter)
|
F
|
3
|
5
|
8
|
5,3
|
G
|
4
|
7
|
10
|
7
|
|
H
|
3
|
6
|
9
|
6
|
|
I
|
3
|
7
|
11
|
7
|
|
J
|
4
|
6
|
7
|
5,6
|
|
Rata -rata
|
6,2
|
Sumber : Data Terolah
Berdasarkan
Tabel 1 dapat diketahui bahwa perlakuan
pertama dengan penambahan PGPR dengan dosis 0 ml/liter pada tanaman sawi memiliki
jumlah daun rata-rata 4,4 lembar. Sedangkann perlakuan kedua dengan penambahan PGPR
sebnyak 10 ml/liter memiliki
jumlah daun yang lebih banyak yaitu
rata-rata 6,2 lembar. Dimana pengamatan tersebut hanya dilakukan sampai
tanaman berumur 35 hari, yaitu dilakukan pengamatan pada umur 15, 25, 35
hari.
2.
Tinggi Tanaman Tanaman Sawi
Praktikum yang
dilakukan dengan perlakuan kontrol (tanpa penambahan PGPR) dan perlakuan kedua adalah sawi
yang diberi tambahan PGPR sebanyak (10ml/liter). Hasil pengamatan tinggi
tanaman Sawi ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel
2. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Sawi
Perlakuan
|
Polybag
|
Pengamatan
(cm)
|
Rata –rata
/ polybag
(cm)
|
||
15
|
25
|
35
|
|||
1
(kontrol)
|
A
|
4,2
|
6,3
|
10,6
|
7,03
|
B
|
5,0
|
7,5
|
13,4
|
8,63
|
|
C
|
3,3
|
7,1
|
13,4
|
7,93
|
|
D
|
5,5
|
8,5
|
15,5
|
9,83
|
|
E
|
4,4
|
9,3
|
14,8
|
9,50
|
|
Rata -rata
|
8,59
|
||||
2
(10ml/liter)
|
F
|
4,3
|
7,6
|
15,5
|
9,13
|
G
|
7,2
|
10,4
|
14,4
|
10,67
|
|
H
|
5,3
|
9,7
|
17,7
|
10,90
|
|
I
|
6,7
|
8,3
|
16,3
|
10,43
|
|
J
|
5,2
|
9,8
|
17,9
|
10,97
|
|
Rata -rata
|
10,42
|
Sumber : Data
Terolah
Berdasarkan Tabel
2 dapat diketahui bahwa perlakuan control (tanpa penambahan PGPR) selama tiga
kali pengamatan diperoleh hasil rata-rata tinggi tanaman yaitu 8,59 cm.
Sedangkan rata-rata pertumbuhan pada perlakuan yang diberikan tambahan PGPR
yaitu sebesar 10,42 cm.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakandapat disimpulkan bahwa penambahan PGPR untuk menyirami tanaman
sawi dapat memperbaiki kualitas tanaman sawi. Hal ini dibuktikan selama tiga
kali pengamatan yaitu umur 15, 25, dan 35 hari tanaman sawi yang diberi PGPR
lebih banyak jumlah daunnya serta memiiki rata-rata pertumbuhan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tanpa penambahan PGPR.
Diharapakan bagi petani yang ingin
menanam sawi dapat menggunakan
penambahan PGPR untuk memicu pertumbuhan tanaman sawi tersebut. Selain
mudah dalam membuat dan mengaplikasikan juga PGPR ini merupakan bahan alami
Admin.
2014. Cara Mudah Membuat PGPR dari Akar Bambu. Diakses Tanggal 13 Januari 2018.
http://seratlontar.blogspot.co.id/2014/01/cara-mudah-membuat-pgpr-dari-akar-bambu.html
Sakti. 2013. Praktikum Pembuatan Plant Growing
Promoting Rhizobacter (PGPR). Fakultas Pertanian Uniersitas Hasanuddin,
Makassar
Haryanto, E, Suhartini, T dan Rahayu, E.
1995. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kloppenburg,
2008. Petunjuk Lengkap mengenai Tanam-tanaman di Indonesia
dan Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisional. Yayasan
Dana Sejahtera. Yogyakarta
Margiyanto, 2010. Alam Ilmu Pengetahuan . Jakarta. Grafindo. Jakarta
Rianto, 2009. Cara Menanam Sawi. http://tips-cara-menanam-sawi.htm. ( Diakses pada tanggal 10 Januari 2018)
Yudharta,
2010. Pertumbuhan Tanaman Sawi . UGM. Yokyakarta
Suprijadi,
2009. Budidaya Tanaman Sawi . Erlangga. Jakarta
0 komentar